| Minggu, 08 April 2012

Banjir Bandang Tengah Malam Di Lereng Pegunungan

Bila umumnya kita sering mendegar bencana banjir sering menimpa daerah yang termasuk dalam wilayah dataran rendah, maka musibah banjir yang satu ini bisa jadi ini adalah sebuah kejadian yang tidak lumrah. Kenapa saya sebut demikian? Ini disebabkan karena banjir terjadi di daerah lereng pegunungan, yang notabene merupakan wilayah dataran tinggi, sehingga kecil kemungkinan bila terjadi banjir di daerah seperti ini.

Namun seperti itulah kenyataannya, karena kebetulan saya sendiri turut melihat, mengalami, dan merasakannya. Daerah tempat tinggal saya, yaitu Kabupaten Ponorogo wilayah selatan sebenarnya terhitung daerah yang sudah masuk dalam area dataran tinggi. Dalam hal ini termasuk dalam deretan pegunungan Mediterania, karena sudah sangat dekat dengan perbatasan antara Ponorogo dengan Pacitan.

Jadi ceritanya begini, saat itu kurang lebih waktu telah menunjukkan pukul dua belas tengah malam, tanggal 21 Februari 2012. Ketika sebagian orang sudah terlelap dalam tidur, tiba-tiba air bah datang dengan begitu derasnya mengalir melewati kebun, jalan raya, dan pekarangan rumah saya.

Sebelumnya saya sama sekali tidak menyadari akan hal ini, karena kebetulan saya sedang asyik menonton televisi. Namun karena dari arah luar terus menerus terdengar suara tiang kabel telepon yang dipukul-pukul oleh tetangga, akhirnya saya pun penasaran dan keluar untuk melihatnya. Spontan saya pun langsung kaget kaget karena ternyata jalan raya serta halaman depan rumah saya sudah dipenuhi dengan air yang mengalir cukup deras, sehingga akhirnya saya pun menyadari bahwa saat itu sedang terjadi banjir.

Kejadian ini memang sangat beralasan karena sejak sore hari sudah terjadi hujan dengan curah yang cukup deras, dan bahkan disertai dengan angin kencang. Dan hujan yang terjadi ternyata sampai tengah malam pun tak kunjung reda atau bahkan berhenti.

Selain cukup deras, aliran air pun terhitung cukup tinggi, karena ketika saya mencoba turun ke jalan yang ada di depan rumah yang juga terkena banjir, ternyata ketinggian air sudah sampai menyentuh lutut, dan bahkan hampir masuk ke  teras rumah saya.

Namun selang satu setengah jam kemudian air pun mulai surut dan akhirnya hanya tertinggal air banjir yang mengalir di selokan. Akan tetapi walaupun demikian hujan masih belum reda dan seakan malah lebih deras.

Karena berpikir tidak mungkin akan terjadi banjir lagi dan karena kebetulan kondisi badan saya pun juga sudah cukup lelah, akhirnya saya pun tidur. Namun apa yang terjadi? Ketika saya sudah mulai terlelap, ternyata selang beberapa jam kemudian terjadi banjir yang lebih besar dari banjir sebelumnya, lebih tepatnya banjir yang kedua terjadi pada pukul setengah tiga tanggal 22 Februari 2012.

Dampak dari banjir yang kedua ini terhitung lebih parah daripada yang sebelumnya, karena air bah yang mengalir sampai masuk ke dalam rumah, kurang lebih setinggi mata kaki. Dan diperparah lagi dengan adanya lumpur yang terbawa oleh banjir tersebut cukup banyak, sehingga akhirnya lantai rumah pun penuh dengan lumpur yang terbawa air.

Setelah saya telusuri, ternyata banjir kedua yang disertai dengan lumpur ini disebabkan karena terjadi longsor cukup parah di gunung yang terletak di sebelah selatan desa tetangga. Longsoran tanah yang terbawa air hujan menyebabkan pendangkalan sungai, sehingga akhirnya air sungai pun meluap dan akhirnya mengakibatkan banjir yang lebih hebat dari banjir yang pertama.

Walaupun bencana banjir yang terjadi pada bulan Februari tahun 2012 ini tidak sehebat banjir yang terjadi pada tahun 2008 lalu, namun kerugian yang ditimbulkan terhitung cukup banyak. Tidak sedikit jalan raya rusak dan beberapa jembatan putus akibat banjir ini, serta beberapa kolam ikan pun ludes tersapu oleh banjir.

Seperti yang saya sebutkan di atas, sebenarnya sekitar tahun 2008 lalu juga pernah terjadi banjir yang lebih hebat. Hampir seluruh wilayah Ponorogo, saat itu diterjang banjir. Dan bahkan banjir yang terjadi hampir mencapai Aloon-aloon Kabupaten Ponorogo. Padahal sejak dulu belum pernah sama sekali terjadi banjir yang seperti ini.

Saat itu memang hampir dua hari hujan turun tanpa henti. Sehingga banjir yang datang dari arah barat, selatan, dan juga dari arah timur yang merupakan banjir kiriman dari lereng Gunung Wilis dan sekitarnya mengalir kemudian bertemu di satu tempat yang sama yaitu di Sungai Sekayu yang terletak tidak jauh di sebelah barat kota, sehingga air pun meluap sampai sekitar Aloon-Aloon Ponorogo.

Jadi, dari beberapa kejadian musibah banjir tersebut bila kita kaji lebih jauh, maka sebenarnya selain disebabkan oleh faktor alam, faktor manusia pun juga dapat menjadi salah satu penyebabnya. Sebagai contoh misalnya pembakaran hutan dan penebangan pohon saat musim kemarau yang tidak disertai dengan penanaman pohon kembali, akhirnya mengakibatkan erosi yang dapat menyebabkan tanah longsor dan banjir saat musim hujan.

Sehingga berdasarkan pengalaman yang saya uraikan di atas, maka kesimpulannya adalah seperti yang pernah saya sampaikan dalam artikel sebelumnya yang berjudul "Sebatang Pohon Nangka Di Depan Rumah Saya", bahwa sekecil apapun yang diberikan oleh alam, kita wajib menjaga dan mensyukurinya. Karena bukan tidak mungkin sesuatu yang dianggap kecil, sepele, dan kurang berguna dari alam dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita. Dan bukan tidak mungkin pula sesuatu yang dianggap kecil, sepele, dan kurang berguna dari alam, bila kita tidak mau menjaga, mensyukuri, dan mencintainya akan dapat mendatangkan suatu bencana bagi kita.

Dengan demikian maka tidak ada salahnya bila kita senantiasa mencintai alam dengan selalu menjaga serta melestarikan apapun yang diberikan oleh alam kepada kita, karena dengan merusak alam sekitar sama artinya dengan mendatangkan bencana untuk kita sendiri.

Semoga berguna dan bermanfaat.
Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar